Monday, February 26, 2018

Gerakan Menutup Aurat (GEMAR) 2018, Lampung


"Assalamualaikum... Umi, maaf mengganggu. Aku perwakilan dari Pusat Komisariat Daerah Forum Silaturahim Lembaga Dakwah kampus mau mengundang Umi sebagai pembicara di acara GEMAR (Gerakan Menutup Aurat) Lampung 2018. Temanya tentang Hijab, Hijrah, Syar'i tanggal 25 Februari 2018, bisakah Umi?"

Novri, seorang teman bloger mengirim chatt, tanggal 14 Februari 2018.

"Insyaallah." Begitu jawaban setiap ada yang minta tolong mengisi acara di tanggal yang memang belum ada agenda.

"Alhamdulillah...jazakillah khoir, Umi, Ini gambaran acaranya."

Tertera rundown acara yang dimaksud.

"Ini rundown acaranya, Umi yang orasi inti," Novri menjelaskan.

"Ha ha ha, di lapangan terbuka? Walah, orasi lagi, harus berapi-api, dong." 😅

"He he he, iya Umi...bisa, ya Umi?"

"Ntar, ngebayangin dulu," saya jawab, bercanda.

Hmm, saya perhatikan rundown acara yang dikirimkan, jadwal orasi tokoh jam 08.45-08.52.

Ha hah! Kultum! Kuliah 7 menit! Beneran 7 menit?

Wk wk wk, biasanya ngisi di forum 1 sampai dengan 3 jam, ini 7 menit?

Wes! Ra po po, mantan guru kimia sudah biasa main rumus, yang panjang-panjang bisa disingkat, ringkas!

Begitulah...dan saat saya kabarkan permintaan panitia ini ke anak-anak, kompak mereka tertawa terbahak-bahak. Mungkin membayangkan Uminya yang biasa ngisi taklim dengan lemah lembut, berubah jadi orator di lapangan terbuka.

Mungkin ini efek bergaul di komunitas yang didominasi anak muda, jadi saat mereka butuh pembicara, saya masuk nominasi, karena dikenali. Terlepas dari alternatif terakhir atau yang pertama, itu hanya jalannya. Pada intinya, itulah yang Allah kehendaki.

Saat diberi amanah, selama itu kebaikan, badan sehat, tidak ada agenda lain yang disanggupi lebih dulu, maka saya akan upayakan sebisa mungkin, apalagi yang meminta anak-anak muda, ibarat anak sendiri. Itulah dukungan yang bisa saya berikan.

***

25 Februari 2018, pagi hari jam 05.30 saya berangkat bersama anak saya, Husna dan temannya. Sampai di Gramedia Husna dan temannya turun, ikut longmarch, saya melanjutkan perjalanan ke lokasi akhir longmarch, di elepant park yang baru beberapa hari ini diresmikan gubernur Lampung.


Saya dijadwalkan orasi terakhir, sebelum jam 9. Sengaja tidak ikut longmarch, mengingat hari itu ada agenda lain hingga sore hari, jadi harus berhemat tenaga. Tak apalah menunggu hampir 3 jam, toh saya bisa melakukan beberapa kegiatan sambil menunggu.

Saat sampai lokasi tepat jam 6 pagi, masih sepi, hanya beberapa petugas kebersihan dan pengunjung yang berjalan-jalan melihat-lihat isi taman. Saya ambil posisi di dekat lapangan basket, duduk di teras pagar taman. Membuka tab dan berselancar di wa, fb dan blog.


Pengunjung semakin ramai dengan kegiatan masing-masing. Banyak anak-anak bermain sepatu roda, sepeda bahkan motor mini. Yang remaja memilih bermain bola basket, joging atau foto-foto dengan temannya di titik-titik cantik.

Sekita jam 7, seorang gadis berjilbab biru menghampiri, benar dugaan saya, dia panitia. Setelah diberi penjelasan, baru saya ngeh, ternyata tidak bisa meninggalkan lokasi tepat jam sembilan sesuai rencana awal, menuju lokasi agenda kedua, gathering komunitas bloger. Ternyata setelah orasi, saya diminta memakaikan jilbab salah satu peserta sebagai simbol hijrah dalam berpakaian sesuai syariat juga menandatangi deklarasi dukungan gerakan menutup aurat.

Oke, baiklah.

Saya mendapat giliran orasi terakhir, dimana kondisi peserta sudah kepanasan dan lelah setelah longmarch. Semoga apa yang saya sampaikan masih bisa diserap, setelah sebelumnya mendapatkan orasi beruntun dari orator-orator sebelumnya.

Saya hanya memberi penguatan, bagaimana caranya agar bisa istiqomah selalu menutup aurat di tempat dan situasi yang seharusnya.

Ada 4 cara yang bisa kita lakukan:

1. Iman --- hanya orang beriman yang peduli dengan perintah Allah, salah satunya perintah menutup aurat, terus lakukan upaya-upaya untuk menjaga dan meningkatkan keimanan dengan cara menambah ilmu agama dan beramal sholeh.

2. Paham---pahami dasar, alasan, tujuan dan batasan menutup aurat.

3. Niat---luruskan niat, menutup aurat dan istiqomah hingga akhir hayat karena Allah, sebagai bukti ketaatan kepada-Nya.

4. Komunitas---pilih komunitas dan teman dekat yang memiliki energi positif agar lingkungan menjadi kondusif.

Sebelum menutup, saya mengajak seluruh muslimah untuk meningkatkan rasa malu, karena rasa malu bisa mengingatkan dan mencegah kita untuk berbuat maksiat kepada Allah.



Walaupun tidak sampai selesai mengikuti rangkaian acaranya, saya cukup puas bisa terlibat di dalamnya. Menyaksikan sekitar 500 muslimah dan 100an pemuda muslim yang bersemangat dan tidak segan menampakkan identitas kemuslimannya, seakan menambah energi harapan atas lahirnya generasi pemimpin umat di masa depan. Semoga Allah menjaga mereka untuk selalu bersemangat menebarkan energi positif memperbaiki kualitas generasi.

Sisterfillah Komunitas Kaum Muda, Kreatif dan Ligat

Saya kenal dengan komunitas Sisterfillah, di bulan Juli 2017. Saat itu, seseorang yang bernama Umi Khonsa menghubungi, kemudian janjian silaturahim ke rumah bersama suaminya, salah satu founder Komunitas Brotherfillah, sebuah komunitas yang menghimpun anak-anak muda dari berbagai kalangan dan latar belakang.

Sisterfillah merupakan pengembangan dari Brotherfillah, untuk mengapresiasi anggota muslimah yang mengharapkan kajian-kajian yang dekat dengan kemuslimahan.

Bi iznillah, saya diminta mengisi kajian sisterfillah pada 22 Juli 2017, dengan tema Sekeluarga Mesra dengan Al Qur'an.

Kajian Sisterfillah diadakan dua pekan setiap hari Sabtu di masjid Mujahidin Rawalaut-Bandarlampung. Untuk nara sumber bergantian, disesuaikan tema yang akan disampaikan.


Kesempatan kedua saya diminta untuk kajian tanggal 12 Agustus 2017 dengan tema, Di Mana Jodoh Digantung.


Kesempatan ketiga, tanggal 21 Oktober 2017 kerinduan saya pada muslimah muda yang muda, kreatif dan ligat ini terobati. Saya diminta lagi untuk menemani pembahasan tentang bagaimana bagaimana berbakti kepada orang tua "Miraculous Journey to Heaven"



Dan, Allah masih memberi karunia silaturahim kepada kami, Sabtu 24 Februari 2018. Untuk keempat kalinya saya diundang lagi, walau terhitung dadakan, tetapi seperti judul di atas, saya apresiatif banget dengan Sisterfillah, sebagai sebuah komunitas kaum muda, kreatif dan ligat.



Begitulah anak-anak zaman sekarang. Untuk mengumpulkan lebih dari 300 orang muslimah, cukup mengandalkan kreativitas desain dan medsos. Tidak perlu menyebarkan undangan fisik. Sejak saat dihubungi, tanggal 21 Februari, malam hari saya memantau IG Sisterfillah, untuk melihat tayangan undangan untuk acara tanggal 24 Februari 2018. Sampai tanggal 23, saya belum melihat tayangan undangan ataupun konfirmasi jadi atau tidaknya, tapi saya tidak ragu, atau khawatir dibatalkan. Dan benar saja, undangan itu tayang tanggal 23, sehari sebelum hari pelaksanaan.

Simpel banget, dalam acara pun tidak banyak basa-basi atau sambutan.  Acara di mulai jam 16.07, hanya lewat 7 menit dari waktu yang tertera di undangan. Jam 17.30 acara ditutup dengan menyisakan banyak pertanyaan dari peserta yang belum terjawab, kemudian saya menawarkan untuk dilanjutkan di WA untuk yang pertanyaannya belum sempat di jawab.

Thursday, February 15, 2018

Bunda, Cinta 2 Kodi, Dimana Menariknya?


Kamis, pagi. Sulis chatt WA.

"Mbak Neny, nonton yok!"

"Bunda?"

"Iya, mau nggak?"

"Mau."

"Ok, saya booking tiketnya."

***

Bunda, Cinta 2 Kodi. Film  yang diangkat dari novel karya Asma Nadia, yang belakangan sedang dipromosikan untuk didukung agar eksis tayang di bioskop, karena katanya bagus.

Saya suka nonton, seperti juga sangat suka membaca sejak kecil, hanya saja bukan tipe yang keranjingan, apalagi nonton di bioskop. Seumur hidup, mungkin tidak lebih dari hitungan jari tangan, saya nonton di bioskop. Maka tidak heran kalau anak-anak langsung cie cie kalau tau saya nonton.

Sengaja saya tidak memberi tahu kemana pergi, hanya pada suami. Anak-anakpun tak banyak bertanya, karena biasanya kalau saya pergi tidak jauh-jauh dari urusan pengajian, seminar, rapat atau peliputan sebagai bloger. Selain itu juga karena nontonnya ditraktir. Ini juga karena ada acara nonton bareng yang diselenggarakan Nibras cabang Lampung. Pesertanya dominan agen dan reselernya, ditambah teman-teman yang tergabung di komunitas saudagar.

Duh! Saya kok nggak bisa menikmati seperti yang direview teman-teman yang sudah nonton, ya?

"Kok malah main hp?" tanya Sulis.

"Kelamaan nunggu adegan berikutnya, bisa kok nonton nyambi WA an," jawab saya, santai.

Weeh, ini nonton di bioskop, lho, nggak harus tertib nyimak seperti di ruang kuliah, kan?

Aih! Mungkin memang sudah bukan konsumsi usia lolita, yang tak lagi berbunga-bunga dengan adegan romantis atau berurai airmata dengan adegan yang mengaduk-aduk perasaan. Tapi kalau saya ingat-ingat, untuk film memang saya lebih suka yang berbau petualangan, detektif, politik, sejarah atau psikologi. Nah, seru lagi yang banyak adegan laga.

Untuk film Bunda, Cinta 2 Kodi, memang pas banget untuk perempuan-perempuan kekinian yang banyak berkecimpung di dunia bisnis.

Dalam film ini, penonton bisa melihat sosok Tika yang cerdas, gigih dan tidak gampang menyerah. Juga diingatkan bahayanya seorang ibu yang tenggelam dalam kesibukan bisnisnya, karena itu adalah ujian untuk keluarga. Saya paham banget, karena pernah mengalaminya.

Dalam sebuah proses, kadang manusia lupa dengan tujuan awal sebelum melangkah. Di awal, semangat yang mendominasi adalah untuk mencukupi kebutuhan hidup, membahagiakan keluarga, masa depan anak, dan lain-lain, tetapi di tengah perjalanan, manusia lebih menikmati proses. Tenggelam dalam kesibukan kerja dan melupakan hal-hal apa yang membahagiakan keluarga, terutama anak-anak, yang awalnya menjadi energi motivasi untuk berusaha.

Suami yang bisa memahami dan mengimbangi tapi tetap berwibawa dengan kepemimpinannya sangat dibutuhkan untuk mendampingi perempuan tipe seperti ini.

Nah, herannya, apakah memang film yang menarik itu harus ada kisah perempuan lain? Bahkan ini ada di awal-awal cerita. Eh! Mungkin karena film ini diangkat dari kisah nyata, dan memang ada unsur itu, atau karena saya jarang nonton film sejenis?

Yang saya suka, pemain utamanya terlihat sudah senior banget, jadi tidak mengganggu jalannya cerita. Kalau figuran sih,bisa dimaklumi.

Menurut saya, bagus tidaknya sebuah film, selain karena isi cerita dan penggarapannya, juga tergantung target penonton. Sebagus apapun sebuah film, kalau ditonton oleh orang yang seleranya bukan jenis film itu, biasanya nontonnya dengan perasaan datar. Sulit mengharapkan penilaiannya yang antusias dan menggebu-gebu dalam mengapresiasi.

Tak ada peristiwa yang terlewat tanpa nilai yang bisa diambil, karena di situlah tempat belajar manusia yang sebenarnya.

***
"Umi dari mana, sih?"

"MBK."

"Ngapain, Mi?"

"Nonton."

"Haaaaaa?"

"cie...cieeeeh."

Saturday, February 10, 2018

Menjadi Pembicara Pengganti


Pernah mengalami jadi pembicara pengganti di acara besar? Pesertanya ratusan?

Saya sering mengalaminya, bahkan 15 menit sebelum acara baru dihubungi!

Apa yang pertama saya rasakan saat menerima permintaan terebut?

Yups! Bagaimana stressnya panitia dalam situasi seperti itu! Juga, bagaimana beban perasaan pembicara yang digantikan. Keduanya pernah saya alami.

Saya pernah menjadi panitia acara, paham bagaimana jantung berdegup kencang, jika pembicara belum terlihat, padahal sudah waktunya acara dibuka. Atau, saat dua hari sebelum hari H, ada pembatalan dari pembicara karena sebab yang benar-benar tidak bisa ditawar.

Itu sebabnya saya sangat mengusahakan untuk menyanggupi, kalau memang tidak ada agenda yang sudah disanggupi sebelumnya. Kalau masalah persiapan, sebisa mungkin memanfaatkan waktu yang ada, karena tidak ada jaminan, lamanya persiapan membuat penampilan menjadi lebih baik.

Memang, beberapa pembicara benar-benar tidak mau menerima tugas seperti itu, menjadi pembicara secara mendadak, tidak ada waktu untuk menyiapkan materi.

Kalau tidak salah, saya mulai menjadi "pembicara" di tahun 1987, saat menjadi mentor di kegiatan rohis kampus. Benar, hanya di hadapan sekitar 10 sampai dengan 15 orang, tapi dari sisi mental tetap saja butuh kemampuan untuk bisa menguasai forum yang isinya orang-orang yang hampir seusia.

Di tahun yang sama, saya juga mulai mengajar di tingkat SLTP dan SLTA, di luar jam kuliah. Walaupun ada teman yang sudah jadi guru berpuluh tahun, tetap menolak saat diminta jadi MC di arisan RT, alasannya nggak pede, tapi saya anggap, pengalaman bicara di depan banyak orang butuh dilakukan berulang-ulang untuk meningkatkan rasa percaya diri.

Pengalaman pertama yang begitu berkesan sebagai pembicara pengganti, saat diminta menggantikan seorang ustadzah kondang di sebuah tabligh akbar. Saat itu saya sedang ada di lokasi lomba memasak, hanya sebagai peninjau. Seorang teman menelpon suami, karena beliau yang punya hp, mengatakan kalau saya diminta menggantikan pembicara tabligh akbar yang waktunya 15 menit lagi, peserta sudah memenuhi masjid, jumlahnya ratusan. Lah, lokasi sekitar 10 sd 15 menit dengan mengendarai motor.

Saya duduk di boncengan motor, bengong, seperti belum menyadari situasi.

"Mau ngomong apa, ya?" agak keras saya bertanya pada suami.

"Kan sudah puluhan tahun membaca, lebih dari seribu buku yang sudah dibaca, tinggal mengeluarkan dari kepala."

Laaah! Enak tenan jawabnya! Kan nggak grogi bisa menghambat kelancaran berfikir? Bahkan, bisa lupa semua yang sudah disiapkan, lha ini? Jangankan menyiapkan materi, ups! Pakaian? Mana sempat memikirkan ganti pakaian? Sampai lokasi langsung dituntun panitia ke mimbar!

Untunglah sebelumnya panitia memberi kebebasan materi yang akan disampaikan, intinya berkaitan dengan peringatan hari ibu. Alhamdulillah, entah bagaimana perasan peserta, tapi panitia sangat berterimakasih karena terselamatkan.

Hal seperti itu sering terulang, dengan jeda waktu yang bervariasi, intinya menjadi pembicara pengganti, bahkan pembicara di radio. Tapi saya yakin, walaupun tidak sekualitas, setidaknya banyak pertimbangan yang dipakai untuk menjatuhkan pilihan. Seperti, saat meminta saya jadi pembicara di radio, tentu atas latar belakang, saya pernah beberapa tahun menjadi narsum tetap di sebuah radio dakwah.


Untuk kesekian kalinya, kemarin terulang lagi. Malam hari, saat isya, seorang teman meminta saya melalui wa, untuk menggantikan Ustadz Ahmad Jajuli, yang berhalangan hadir, mengisi parenting di Sekolah Ibu.

Nah! Ustadz Jajuli calon wagub? Tapi materinya parenting, bukan politik, he he he.

Saya sanggupi, karena memang sedang tidak ada agenda lain. Materinya pun, insyaallah pernah sedikit saya singgung di sebuah forum parenting. Tapi saya tidak membuat power point, karena banyak tugas yang sedang saya kerjakan, dan saya fikir, tabligh akbar biasanya tidak menggunakan media. Ternyata...kali ini saya keliru dalam berasumsi. Sampai di lokasi, ketua panitia sedang memberi sambutan dan terlihat ada proyektor sedang dioperasikan panitia.

Di perjalanan, asisten Ustadz Jajuli meminta saya untuk mengkondisikan peserta, dan saya menangkapnya sebagai sebuah upaya untuk menetralisir supaya peserta tidak kecewa. Oke, itu juga yang saya harapkan, peserta bisa menerima saya dengan terbuka dan sepenuh hati.

Di awal saya menyampaikan beberapa hal, terutama masalah meluruskan niat, dan mengupayakan supaya kami berada di satu gelombang, supaya komunikasi lancar dan pesan tersampaikan dengan baik.


Alhamdulillah, semoga tidak mengecewakan, walaupun yang memberi materi hanya pembicara pengganti.