Saturday, April 30, 2016

Kebutuhan Berkompetisi

"Menang, Fa?" tanya Husna, saat melihat Hafa pulang membawa piala.

"Nggak seru! Semua dapat piala," jawab Hafa.

Ha ha ha yang seru, tuh di rumah! Sebelum acara! Ya persiapannya, negosiasinya, dll.

Hari ini dua jadwal bersamaan, Umi mengisi acara kepenulisan, Hafa yang seharusnya bersama Umi dan Abi, mengikuti Family Fun Festival yang diselenggarakan sekolahnya. Entahlah, apakah sebenarnya Abi ada agenda atau tidak, agar tidak tambah ruwet, mungkin beliau mengalah.

Waktu sama, tempat berbeda.

Akhirnya...Umi pergi diantar Hilmy dan dijemput istrinya, karena belum pernah ke lokasi acara, Hafa didampingi Abi. Sedikit kecewa, tapi mau gimana lagi? Badan Umi tidak bisa dikloning, ha ha ha.

Memang, beberapa tahun belakangan, sistem apresiasi prestasi kepada siswa tidak seperti dulu. Penilaian hanya dari satu hal, sehingga dipilih juara satu, dua, tiga. Sebagai pemenang, tentu puas, terlihat jelas kelebihannya, terbaik dari sekian banyak peserta.

Kalau sekarang? Dasar apresiasi adalah kecerdasan majemuk, sehingga setiap anak adalah juara di jenis kecedasan tertentu.

Kriterianya kreatif, unik, inovatif, sehingga setiap peserta masuk ke salah satu kategori di atas.

Di satu sisi, sistem seperti itu tentu bagus, karena mengapresiasi kelebihan masing-masing peserta, tapi jungkin, dari sisi lain, kepuasan berkompetisi, hal seperti itu terasa kurang greget.

Sssst! Beri kesempatan anak berpendapat, nggak usah dibantah!

Bagaimanapun, meski lelah dan tergopoh-gopoh, hari ini tetap harus disyukuri, dengan pengalaman baru. Walaupun tidak mendampingi penuh, setelah dzuhur Umi menyusul ke lokasi bersama Harish. Eeeh, dasar Umi, belum selesai acara sudah bunyi berkicau.

"Umi cape banget, lho."

"Umi pulang duluan," kata Abi.

"Nggak apa apa, Fa?"

"Emm, nggak apa-apa," jawab Hafa, melegakan hati Umi.

Alhamdulillah!

Berdamai Dengan Mood

"Bagaimana caranya supaya saat tidak mood kita tetap bisa menulis?" tanya salah seorang peserta.

Ada dua cara yang bisa kita pilih, pertama memaksa diri untuk tetap menulis yang sedang digarap, kedua berdamai dengan mood.

Setiap saat, dalam kondisi sadar, tentu kita punya mood atau suasana hati, bisa good atau bad mood. Yang saya maksud berdamai dengan mood, kita menulis sesuai suasana hati. Kalau sedang tidak baik, tulislah sesuatu berdasarkan ketidaknyamanan itu. Banyak hasil karya tulis yang lahir dipicu suasana hati yang tidak nyaman; marah, khawatir, kecewa. Jadi wajar kalau di waktu yang sama saya punya tiga judul tulisan yang sedang digarap, saya juga sengaja membuat 10 blog, karena saya senang menulis tanpa tekanan, menulis apa yang sedang ingin saya tulis.

Itu sekelumit yang terjadi hari ini di ruangan Aula Fak. Ushuluddin IAIN Raden Intan Lampung.

Ah! Siapalah saya, seorang pemula di dunia kepenulisan. Tapi saat amanah diberikan, rasanya kurang sopan kalau ditolak, karena kita belum tahu, nilai kebaikan apa dari pemberian amanah tersebut, sebatas kemampuan yang ada, ayolah, jalani saja.

Saya hanya berpegang bahwa menulis adalah ketrampilan yang akan memahirkan kita dengan semakin banyak berkarya.

11 antologi dan 6 buku solo dalam jangka waktu 2 tahun, mungkin, yang jadi alasan panitia menunjuk saya.

Semoga tidak mengecewakan, walau sedikit, pengalaman yang saya sampaikan semoga memotivasi muslimah muda yang masih memiliki banyak energi. Bukankah pengalaman adalah guru terbaik?

Monday, April 25, 2016

Piala Keberanian

Eits! Terlambat!

Umi sampai ke lokasi lomba sudah hampir jam 9, di bawah rinai  gerimis dan cuaca yang dingin, maklumlah, Umi mengendarai motor.

Sampai tempat, langsung mencari lokasi lomba ketangkasan menyusun huruf. Celingak-celinguk mencari anak-anak yang pakai seragam sekolah Harish, nggak terlihat juga. Menelpon gurunya, jawabannya tidak terdengar, tertutup suara teriakan suporter.

Sebentar kemudian bertemu Nay dan ibunya, ha ha ha, terlambat juga, padahal Nay peserta lomba, untunglah tadi Harish diberangkatkan lebih dulu ikut rombongan sekolah, Umi nunggu motor, gantian Abi mengantarkan Hafa sekolah.

Setelah tanya sana-sini, bertemu rombongan di lokasi lomba senam.

Luar biasa anak-anak. Di usia kanak-kanaknya mereka bisa mengikuti program sekolah, wajarlah kalau ada sedikit stres, termasuk pada Harish. Mungkin bentuk stresnya berbeda-beda. Mereka dipersiapkan ikut lomba dari sebulan lalu, latihan hampir setiap hari.

Ada anak-anak yang saat latihan semangat, tapi saat harus maju ke gelanggang, mereka ngambek, tidak mau ikut.

Itu sebabnya, guru-guru dan komite sekolah mempersiapkan anggaran untuk piala bagi yang ikut lomba, menang ataupun tidak, sebagai apresiasi kegigihan, kesungguhan dan keberanian mereka. Karena lomba yang diadakan sulit sekali menilai kondisi anak yang sebenarnya. Banyak anak-anak yang mampu tapi terkendala situasi lomba yang membuat mental mengkeret, membuat mereka tidak optimal mengeluarkan potensinya. Guru di sekolah justru lebih layak menilai kemampuan mereka. Mengikut sertakan anak-anak lomba lebih dititik beratkan pada tujuan melatih keberanian anak dalam berinteraksi sosial dan kompetisi.

Sunday, April 24, 2016

Korban Kesibukan?

Semoga tidak ada yang berpikir begitu ketika tahu hari ini Harish nonton atraksi gajah tidak ditemani Umi, hanya ikut rombongan sekolah dengan guru, teman-teman dan orang tuanya.

Terlaluh?

Sssst! Jangan gitu dong!

Kebersamaan kita, kan nggak hanya hari ini?

Minta tolong Husna, dia ada janji sama temannya. Hafa? Hmm, sedang asyik buat handicraft. Umi dan Abi ada seminar.

"Jadi, Rish nonton atraksi gajah?" tanya Umi, memastikan.

"Jadi!" Jawabnya, mantap.

Ya sudah, pagi di antar Abi dulu ke sekolah.

Tidak Ditemani Umi

Salah satu efek punya anak banyak yang sekolahnya terpisah-pisah adalah ketika mereka butuh pendampingan di acara sekolah pada waktu yang sama.

Sabtu kemarin, 23 April 2016, Umi dan Abi harus mendampingi Hafa yang kut munaqosoh atau wisuda hafalan juz 30 di sekolahnya. Disaat yang sama Harish mewakili sekolah untuk ikut lomba katangkasan menyusun huruf, sedang Husna dengan agenda karate di sekolah.

Seminggu sebelumnya sudah dinegosiasikan, cukup alot juga.

"Harish ditemenin Umi, soalnya kawan yang lain juga dianter ibunya," kata Harish.

"Tapi kata Bu Guru, Umi Abi harus hadir, soalnya ada acara apa gitu, yang harus ada orang tuanya," bantah Hafa.

"Mbak Hafa sama Abi, Harish sama Umi," Harish tetap dengan pendiriannya.

"Masa Sabtu depannya, pas acara family fun Umi nggak bisa ikut, munaqosoh juga nggak ikut, kan Umi ngisi acara?"

"Harish waktu lomba mewarnai di Muhmmadiyah nggak ditemenin Umi, kan? Waktu itu Umi lagi sakit, nggak apa-apa, kan?" Umi menengahi.

"Yang Harish dibeliin es krim sama Abi Luthfi, ya, Mi?"tanya Harish.

"Iya, waktu lomba di sekolah juga Umi cuma ngeliatin aja, nggak bantuin Harish, kan? Nah, waktu lomba di TK Persit, Umi bantuin, kan memang lombanya mewarnai bersama ibu."

"Yang beli susu banyak itu, ya?" tanyanya, ha ha ha, yang ingat jajannya.

"Hu um."

"Ya sudah, Umi sama Abi temenin Mbak Hafa aja, Harish sama Bu Guru," katanya dengan besar hati.

Alhamdulillah.

Sesuai rencana, tapi, saat Harish sampai rumah siang harinya...

"Umi, lomba ketangkasan sama senamnya nggak jadi, hari ini lomba ngecat dengan jari, di sanantadi hujan, lho?"

"Jadi lombanya kapan?"

"Nggak tau hari apa, Umi sms Bu Guru aja."

Subhanallah!

Ya sudah, semoga nanti saat lomba Umi bisa mendampingi.

Nggak jadi lomba, ya seneng-seneng aja, namanya juga anak-anak.




Mengelola Konflik Dalam Keluarga

Adakah keluarga tanpa konflik?

Hampir dipastikan tidak ada!

Semua keluarga pernah dan punya konflik, tapi yang membedakan adalah bagaimana setiap keluarga mempunyai cara yang berbeda dalam mengelola konflik, sehingga terlihat, ada keluarga yang selalu dalam konflik, sedang keluarga lain jarang bahkan tidak pernah terlihat punya konflik.

Kunci dari kesuksesan keluarga dalam mengelola konflik adalah kemampuan mengharmoniskan dua jiwa.

Pernikahan adalah upaya harmonisasi jiwa suami dan istri, yaitu dengan cara :

1. Menerima pasangan apa adanya, baik fisik maupun karakter yang terbentuk dari pola asuh keluarganya. Benar! Manusia adalah makhluk yang paling sempurna, tetapi tidak ada manusia yang paling sempurna. Jangan pernah menyerah, meski lelah menghadapi kondisi pasangan yang tak sesuai harapan.

2. Mencintai pasangan sepenuhnya, berusaha membahagiakan. Mencintai merupakan kata kerja yang berarti proaktif.

3. Menyempurnakan pasangan sebisanya, dukung ide-ide positifnya, tumbuh bersama, menua bersama.

Itu sedikit catatan perjalanan hari ini.

Alhamdulillah berkesempatan mendapat pencerahan dari pasangan inspiratif, Bapak Arif dan Ibu Nunung dari Jogjakarta.

Saturday, April 23, 2016

Nyicil Hafalan

Semua dapat gilirannya, sekarang Hafa, calon hafidzoh 5, aamiin.

Wisuda merupakan perayaan dari proses usaha keras yang sudah dilakukan. Di usia anak, tentu ini merupakan apresiasi positif dari usaha belajarnya selama ini.

Tidak mudah lho menghafal satu juz Al Qur'an di usianya yang selalu ingin bermain dan bersenang-senang. Sebagai orang tua, wajar kalau berusaha mendukung acara yang diadakan sekolah ini.

Mungkin ada orang yang merasa ribet dengan acara ini! Harus mendampingi anak saat wisuda, padahal ada agenda penting lain yang harus dilakukan. Harus menyiapkan hadiah kejutan, sedangkan dompet sedang tipis, belum lagi urusan lain. Mungkin zaman dulu nggak seribet ini, ngafal ya ngafal, nggak pakai acara wisuda.

Ha ha ha, Emak, Bapak, Ibu, ayah, bunda, Umi, Abi, Mama, Papa, pernah mendampingi anaknya mengaji atau menghafal?

Alhamdulillah kalau pernah, setidaknya bisa membayangkan bagaimana guru tahfidz mereka menghadapi satu anak, padahal, berapa anak yang harus mereka hadapi saat kelas tahfidz?

Bagaimana anak-anaknya? Pernah jadi anak-anak, kan? Bisa jadi menghafal adalah pekerjaan yang paling membosankan! Menyebalkan harus mengulang-ulang sesuatu yang sama, sedangkan begitu banyak aktivitas dan permainan yang menyenangkan membayang di pelupuk mata.

Semoga acara-acara seperti ini benar sebagai salah satu motivasi dan kenangan indah bagi anak-anak, selain motivasi verbal yang terus diulang-ilang oleh guru dan orang tuanya.

Menghafal 30 juz Al Qur'an bukan mudah, butuh waktu lama untuk mencapainya, belum lagi menjaganya. Sebaiknya dari kecil mulai dicicil, entah umur berapa nanti lunasnya. Konsistensi, mutlak dibutuhkan dalam proses menghafal dan hal ini salah satu sebab terbesar hambatan dalam menghafal.

Eh, ngomong-ngomong, Umi kasih hadiah kejytan apa untuk Hafa?

He he he, melihat Hafa sedang senang-senangnya buat handycraft, yo wes, belikan lem tembak dan bahan-bahan handycraft. Sepertinya dia sedang mengikuti jejak Umi, cieeeeh!

Friday, April 22, 2016

Melatih Puasa Anak

9 April 2016

Seorang wali murid SDIT Fitrah insani menghubungi via telpon, meminta saya mengisi acara temu komite.

Tema yang diberikan tentang Kiat Mempersiapkan Anak untuk Ramadhan Yang Berkualitas.

Ok, Alhamdulillah di tanggal tersebut belum ada agenda.

Sebagai seorang ibu dengan 6 orang anak tentu diharapkan bisa memberi gambaran bagaimana situasi Ramadhan dengan anak yang sedang berlatih puasa.

Berikut ringkasan dari obrolan di pertemuan komite SDIT FI pada tanggal 16 April 2016.

Kiat mempersiapkan anak untuk romadhon yg berkualitas

1.  Orang tua hendaknya mempersiapkan kesabaran lebih, untuk puasanya pribadi dan menjaga mood anak agar menjalani puasa dengan senang.

2. Tentukan nilai2 yang akan ditanamkan pada anak
    a. Puasa karena taat pada Allah.
    b. Di bulan Romadhon, banyak nilai2 kebaikan yg bisa kita tanamkan :
1. Melatih menahan keinginan/nafsu---lapar, haus
2. Melatih mengendalikan diri---tidak berlebihan saat berbuka
3. Melatih empati --- memberi gambaran orang yang disempitkan rizkinya.
4. Melatih merasakan pengawasan Allah---jujur puasa di luar pengawasan orang tua
5. Melatih bersyukur---sehat, bisa berbuka/sahur.
6. Melatih berbagi/bersedekah---Romadhon bulan sedekah.

3. Kapan puasa mulai dilatihkan?
Tidak ada standar baku, pada usia berapa, bisa dicoba sedini mungkin.

Catatan:
1. Puasa tidak wajib untuk yang belum baligh
2. Orang tua harus mampu mengukur kekuatan anak.
3. Anak akan belajar dari sikap orang tuanya terkait dengan kebiasaan ibadah, mengatur menu, maupun sikap menghadapi lebaran.
4. Kesalahan yg perlu dikoreksi: anak sukses puasa untuk kebanggaan orang tuanya.

Kendala :
1. Dehidrasi
2. Kesulitan mengarahkan anak untuk makan menu sehat, dengan  alasan motivasi, orang tua sering menuruti apapun mau anak.

Dalam kesempatan ini, saya sekaligus menawarkan buku-buku yang sudah terbit, terutama yang berkaitan dengan parenting

Thursday, April 21, 2016

Kenali Potensi Anak Sedini Mungkin

Sebagai ibunya, kadang masih belum percaya dengan apa yang saya saksikan pada anak sulung kami. Tapi setelah ditelusuri dengan teliti, ternyata alur itu jelas sekali terlihat.

Cara belajar yang cendetung visual membuatnya tidak begitu banyak bicara tentang apa yang dikerjakannya. Potensi itu sudah terlihat sejak kecil, walupun tidak terlalu diberi bimbingan atau program yang terpola. Sebagai orang tua, kami hanya memberinya kesempatan sebatas kemampuan.

Dia senang memperhatikan seseorang yang sedang membuat sesuatu, dan kemudian ditirukannya. Dia senang dengan kreativitas dan ketrampilan. Pilihan kami di bidang wirausaha mungkin juga mempengaruhi perkembangannya.

Teringat saat di usianya yang ke 20 dia menikah dan walimah dengan pelaminan rancangan dan buatannya sendiri. Dan itu menginspirasinya untuk membangun usaha mandiri.

Alhamdulillah, setahun berjalan usahanya sudah menampakkan geliat yang cukup membuat kami semakin optimis atas pilihannya.

Wednesday, April 20, 2016

Menua Dalam Kebersamaan

Hampir 24 tahun kami mengarungi kehidupan bersama, belum pernah terpisah jarak lebih dari satu bulan lamanya.

Bahkan, ternyata dalam memilih kesibukan pun hampir selalu dalam bidang yang sama, saling mendukung kadang-kadang mengikuti.

Di awal pernikahan, saya mengikuti jejak suami yang aktif dalam mengelola Taman Pendisikan Al-Qur'an dan pelatihan metode pengajarannya. Hampir 9 tahun kami mengelola TPA yang sama, walaupun dengan intensitas yang berbeda.

Sambil mengelola TPA, suami bergabung di kepengurusan orgajisasi pemuda masjid, BKPRMI, di lembaga yang mengurusi TPA. Atas permintaan teman-temannya, beberapa tahun kemudian saya diamanahi lembaga yang membina keluarga sakinah.

Di partai pun seperti itu, suami di kepengurusan inti, saya di bagian kewanitaannya.

Saat suami mengelola PGTK, saya jadi salah satu dosennya. Tentu bukan hanya karena saya istrinya, tapi ada kompetensi yang bisa saya berikan di lembaganya.

Ketika suami merambah dunia terapis, dengan pertimbangan memang suka dengan keilmuannya, saya pun mengikuti beliau. Walau ada sedikit beda cabang ilmunya, tapi justru saling melengkapi. Suami membidangi bekam, herbal dan pijat, saya ambil bekam, herbal dan akupunktur. Hal ini sangat mendukung ketika suami membuka lembaga kursus di bidang pengobatan tradisional, setidaknya saya bisa mengisi peluang sebagai pembimbing.

Di organisasi pengobatan tradisional pun begitu, ha ha, mungkin ada yang bosan melihat kami selalu beriringan di tempat dan bidang yang sama. Lha, biarlah, kami nggak bosan kok.

Di dalam rumah tangga pun seakan lupa batas hak dan kewajiban kami sebagai suami istri, semua hal dilakukan bersama-sama, saling melengkapi, saling membantu dan bila diperlukan saling menggantikan fungsi.

Terkait dengan dunia parenting dengan 6 orang anak, menjadi alasan kami sering diundang mengisi acara, kadang tidak jelas, siapa yang diundang, siapa yang ikut, siapa yang sekedar mengahtarkan, yang jelas kami ada di tempat yang sama. Juga kaitannya dengan efek dari kegiatan saya sebagai penulis.

Apa keuntungannya?

Sinergi!

Kami bisa melakukan aktivitas luar rumah sekaligus urusan keluarga. Sambil rapat bawa anak, saat kunjungan sekaligus traveling dengan anak, kendaraan satu bisa untuk berdua. Tak perlu banyak penjelasan untuk bisa saling memahami kesibukan. Dan itu berpengaruh pada parenting. Anak-anak terbiasa dengan kiprah orang tuanya yang selalu berusaha memberikan manfaat kepada masyarakat. Sebuah metode keteladanan dalam upaya mendidik mereka menjadi generasi yang tidak hanya memikirkan kepentingannya sendiri. Banyak hal yang bisa dilakukan untuk kepentingan orang banyak.

Menua bersama sekaligus menua dalam kebersamaan.

Sunday, April 3, 2016

Piknik Nggak Harus Mahal

Kemarin, kami berkesempatan keluar rumah bersama-sama. Saat-saat yang jarang terjadi, cieeeeh. . .seperti yang super sibuk.

Saat pagi memang Harish minta ke kolam renang di Unila, tapi tidak dituruti karena Abi sudah punya rencana silaturahim ke salah satu temannya.

"Umi, kita mau kemana?"

"Umi, kita naik apa ke sana?"

"Umi, di sana nanti kita ngapain?"

"Umi, di sana ada apa, ya?"

Ck ck ck berisiknyaaaa.

"Kita sudah mau berangkat, pertanyaannya nanti terjawab sebentar lagi, kita ngikut imam saja?"

"Memang sholat?" celetuk Harish.

"Imam artinya pemimpin, imam kita ya Abi."

Rupanya, silaturahim rombongan. Beberapa teman beserta keluarganya hadir dengan berbagai bawaan yang sudah disepakati.

Tujuannya rumah salah seorang teman yang tinggal di komplek badan penelitian pertanian di Natar, Lampung selatan.

Tidak terlalu jauh dari Bandarlampung, tapi memang lokasinya agak masuk dari jalan lintas Sumatra.

Masyaallah! Hari yang indah!

Bakar-bakar ikan, mancing-mancingan, menghirup udara segar, melihat berbagai tanaman penelitian, danau buatan, gunung, menara pengawas, dan. . .silaturahim.

Alhamdulillah!