Sunday, June 26, 2016

Provokator Keluarga Hafidz

"Alangkah hebatnya kalau setiap keluarga muslim berkomitmen untuk memiliki minimal seorang hafidz Qur'an di rumahnya, mau?"

Menjawabnya gampang, walaupun sebagia  ragu-ragu, bagaimana mewujudkannya?

Kemarin, saya dan suami diberi kesempatan untuk berbagi pengalaman mengantarkan anak-anak menjadi penghafal Al-Qur'an dalam acara Sehari Bersama Al Qur'an di kabupaten Pringsewu.

"Sebenarnya banyak keluarga seperti kami bahkan lebih baik, anaknya lebih banyak yang hafal Qur'an, tapi dengan izin Allah, kami yang berkesempatan duduk di sini karena saya menulis tentang itu dan mempublikasikannya."

Saya merasakan pengaruh menulis dalam syiar! Dari tahun 1986 saya berkesempatan mengenal Islam dan hingga saat ini bergelut dalam pembelajaran, pengajaran dan pensyiarannya. Dulu, sebatas tatap muka, dan itu sangat terkait dengan keberadaan fisik, tapi dengan menulis, saya tetap bisa syiar, walau raga ada di kamar, tanpa terterpa angin.

Tak ada ruginya kita bisa menulis, asal bisa menjaga jari selayaknya menjaga lisan. Kenapa?

Sesungguhnya pikiran kita sangat liar, jika jari dan lisan tak mampu mengendalikannya, maka akan sangat berbahaya untuk diri dan orang lain.

Saturday, June 25, 2016

Sehari Bersama Al Qur'an

Masjid Nurul Ulum, Islamic Centre Lampung.

Syahrul Ramadhan disebut juga syahrul Qur'an, karena di dalamnya intensitas aktivitas interaksi dengan Al Qur'an meningkat tajam.

Sesi pagi saya mengikuti acara sehari bersama Al Qur'an yang diadakan oleh Badan Komunikasi Pemuda Remaja Masjid Indonesia Bandarlampung.

Di awali suara indah dan sejuk dari adinda Wildan bin Padami, remaja hafidz ini mampu membuat hati ini merasa tenang dan nyaman. Mendengar dan menyaksikannya, teringat Hatif 4-5 tahun lalu, sebelum keberangkatannya ke Turki, sering duduk di posisi Wildan. Uhhh! Jadi rindu.

Wildan membaca surat Al Hasyr bil ghoib (tanpa melihat mushsaf), seluruh peserta menyimak sambil memperhatikan mushaf.

Selanjutnya, Ust. M. Ramadhan Habibi Lc. Ma alhafidz, pengelola Rumah Qur'an di kota Metro membahasnya. Sayang, karena ada amanah di Pringsewu, terpaksa saya pamit duluan dan tidak sempat mendengarkan ust. Mufasil Spd. memaparkan bagaimana caranya menghafal mandiri.

Thursday, June 23, 2016

Sikecil yang Bermisi Besar

Sebagai penulis, umur saya masih balita, wajar kalau tak dianggap siapa-siapa.

Di hadapan manusia, kami bukan siapa-siapa, pejabat bukan, apalagi orang yang berharta.

Kadang rasa minder menyurutkan langkah saya untuk terus bergerak menawarkan hasil karya ini, tapi suami selalu menyemangati, bahwa kita bukan sekedar jual buku, tapi sedang dalam misi mendakwahkan Al Qur'an dengan mensosialisasikan model keluarga hafidzul qur'an yang sederhana dan sangat mungkin dicontoh oleh keluarga muslim pada umumnya.

Saat sedang lemah semangat, saya merasa kami bergerak sendiri mengemban misi ini, menuliskannya, menerbitkan dengan biaya sendiri drngan menyisihkan uang belanja yang tak seberapa. Tetapi, dalam setiap niat baik, Allah mengutus para penolong, kebaikan hati Ikhsan Aura, memberikan dukungan dengan meringankan sistem pembayaran. Memasarkannya pun dengan akal-akalan sendiri. Semua kami jalani, walau langkah tersendat-sendat.

Kenapa tidak diterbitkan skala besar oleh penerbit mayor? Rasa minder sebagai penulis pemula ditambah dengan bayangan masa tunggu dilihat oleh penerbit, dan belum tentu diterima, membuat kami memutuskan untuk menerbitkan sendiri.
Mengapa tidak bersabar mengikuti prosedur umum?

Karena saya tidak tahu masih punya umur berapa untuk menanti giliran diterbitkan mayor. Bismillah!

Alhamdulillah, terhitung dari Januari 2016, sudah terbit 700 eksmplar, tetapi angka itu masih terlalu kecil untuk sebuah misi besar!

Kami bukan pemasar ulung yang berpengalaman, bahkan menawarkan langsung saat tatap muka kepada calon pembeli pun masih maju-mundur, malu!  Akal terus berputar, mencari celah dari setiap kesempatan, berupaya satu tindakan berdampak pada meningkatnya arah pandang kepada buku saya. Terkadang terkesan mencuri kesempatan, memanfaatkn momen-momen yang mungkin diselipkan mengenalkan buku itu, walau hanya satu dua orang.

Hari ini, kesempatan itu ada, walaupun spontan. Bertepatan dengan acara khataman AlQur'an oleh para hafidz/oh yang diselenggarakan serentak di masjid-masjid terpilih sejak ba'da subuh. Acara yang direstui oleh gubernur Lampung, Bapak Ridho Ficardo disambung dengan buka bersama.

Siang hari, saya terpikir, bagaimana caranya menyampaikn buku itunke gubernur, tentu dengannharapan ada efek positipnya terhadap perjlaanan misi ini. Kami tersambung dengan acara itu karena dua anak kami  Hilmy Aziz dan Maritsa Hany Aulia serta menantu kami Aunur Rofiqoh A. ada di sana, sebagai peserta khataman.

Yes! Momen yang tepat!

Eksekusi jadi tanggung jawab suami. Alhmdulillah, berhasil!

Gambar yang diambil sangat berarti bagi kami, semoga ini bentuk dukungan umara kepada misi penting ini, seperti yang sudah dilkukannya dengan beberapa tindakan sebelumnya.

Barokallah!

Saturday, June 18, 2016

Anak Palestina

"Indonesia belum benar-benar merdeka sebelum Palestina merdeka, Indonesia belum merasa nyaman sebelum Palestina nyaman"

Kutipan di atas adalah pernyataan presiden pertama Indonesia, Sukarno, yang dicatat oleh bangsa Palestina. Hal ini disampaikan oleh Muhammad K B, pemuda Palestina yang mewakili bangsanya, saat safari Ramadhan di Bandarlampung bersama Tim KNRP, kemarin.

Begitu istimewa nama Indonesia di hati bangsa Palestina, karena perhatiannya terhadap perjuangan mereka membela Masjidil Aqsho mewakili umat dunia dalam menegakkan kalimatullah.

Bertemu dengan beliau, pemuda Palestina yang tak bisa kembali ke tanah airnya setelah keluar ke Sudan untuk kuliah kedokteran, seakan menghentak hati, bagaimana pilu hatinya menahan rindu pada keluarga yang tak dapat dijumpainya, sedang maut mengancam setiap saat. Dalam kondisi negeri yang genting, pemuda-pemuda Palestina tetap mengutamakan belajar. Bagaimana anak-anak di sana, sejak kecil diprogram hafal Al Qur'an, walau belajar dengan cahaya seadanya, mereka tetap semangat belajar. Tak ada putus asa!

Tidak bosan mendengarkan penyampaiannya, penuh semangat, walaupun untuk memahaminya butuh penterjemah. Di selingi lantunan ayat-ayat Al Qur'an yang begitu indah, maklumlah, di usianya yang ke 15, beliau sudah hafal Al Qur'an, seperti anak-anak Palestina lainnya.

Bagaimana dengan anak-anak kita? Remaja-remaja kita?

Air mata tak bisa ditahan saat menyaksikan rekaman video terbaru kondisi Palestina. Tangis haru, bangga, sedih. Bagaimana ibu-ibu di sana ditakuti Yahudi karena di balik jilbab lebarnya sering tersembunyi pisau yang dengan berani digunakan untuk menyerang Yahudi yang ditemuinya. Bagaimana anak-anak kecil di sana bersabar dan tidak berebut saat ada sedikit makanan untuk dibagi, bagaimana pemuda-pemudanya begitu berani tanpa takut mati melawan pasukan Israel yang selalu mengganggu keluarga mereka.

Air mata sedih kembali menitik di sesi akhir, ketika tak bisa ikut para peserta lain berlomba dalam sesi lelang, begitu mudahnya angka-angka itu tumpah dari bibir mereka, ratusan ribu, juta, cincin dan lainnya. Barokallahulakum, semoga yang tak bisa membantu dengan harta bisa berpartisipasi dalam bentuk lain.

Wednesday, June 15, 2016

Bedah Buku

Sebagai penulis pemula, tentu senang banget saat diundang untuk membedah buku sendiri.

Apalagi yang mengundang adik-adik aktivis masjid kampus tempat kami dulu berkiprah, jadi berasa di kandang sendiri, di tempat yang menjadi salah satu tempat yang disebut dalam buku.

Berkolaborasi dengan suami, waktu 90 menit berlalu dengan cepatnya, begirupun seperti masih ada yang belum tersampaikan, selalu begitu.

Memang, ini acara kajian rutin yang kadang dalam bentuk seminar atau lainnya. Karena temanya sesuai dengan isi buku, maka acara diseting seperti bedah buku.

Kalau biasanya acara bedah buku berkelindan dengan penjualan buku, maka acara sore ini tidak sempat jual-jualan, hanya menitipkan buku pada panitia, langsung berpamitan, anak-anak sudah menunggu untuk berbuka di rumah.

Bahagia bertambah saat menyaksikan peserta yang lumayan banyak dan terlihat antusias mengikuti acara tunggal ini, walaupun kesempatan tanya jawab kurang leluasa, terbentur waktu menjelang berbuka.

Terlepas dari masalah penjualan buku, setidaknya bertambah banyak orang yang tahu sebagian dari isi buku dan inspirasi yang ada di dalamnya. Dan ini sangat membahagiakan dan sangat patut untuk disyukuri, Alhamdulillah.


Friday, June 3, 2016

Wisuda Harish

Umi : Harish ditemenin Mbak Hafa,ya?

Harish : Dianter siapa?

Umi : Mas Hilmy, sambil ngambil kamera.

Harish : Umi?

Umi : Nanti, sama Abi. Harish, kan mau persiapan dulu sama Bu Guru dan teman-temannya.

Hari ini sibuk semua! Harish wisuda, Hafa libur, bisa menemani Harish, Husna tarhib dan pawai Ramadhan, Hany reuni dan menghadiri wisuda di Darul Hidayah dan Darul Huffadz, Hilmy &Ara jadi fotografer di wisuda Dahi, tadi malam sudah bantu masang dekor di sekolah Harish, Abi menggantikan Hilmy jadi fotografer, sekaligus memimpin doa. Umi kebagian memberi sambutan komite sekolah, ha ha ha, seperti yang punya sekolah Harish saja.
Alhamdulillah, keluarga kami seperti bagian dari sekolah anak-anak, jadi kalau ada acara, dilibatkan, minimal di undang. Kalau bisa, ya bantu-bantu sedikit.

***

Lucunya lihat aksi anak-anak, ada yang tidak tahan duduk menunggu giliran tampil, ada yang sudah di panggung, tidak mau turun, belum lagi yang tertarik pegang-pegang piala yang dijejer di meja, ada yang ke panggung minta diantar bundanya. Lha, Umi duduk di barisan depan sambil mengawasi mereka, terutama menjaga dekor Hilmy yang berbahan stereoform, ikut membujuk anak-anak yang senang nangkring di tangga panggung.

Luar biasa guru-gurunya! Semoga keberkahan menyertai kehidupannya karena keikhlasannya mendidik anak-anaknyang luar biasa ini.

Hari-hari belakangan ini memang terasa begitu sibuk, seakan semua mengejar beres urusan sebelum Ramadhan, semoga diberi kesehatan dan kekuatan, agar dapat menjalani ibadah Ramadhan dengan sukses, aamiin.